Kisah sex unikku ini terjadi beberapa
tahun yang lalu, tepatnya pada akhir semester 3. Saat itu adalah
detik-detik menjelang Ujian Akhir Semester (UAS). Seperti biasanya,
beberapa hari sebelum dimulainya UAS nama-nama mahasiswa yang tidak
diperbolehkan ikut ujian karena berbagai sebab seperti over absen, telat
pembayaran, dsb tertera di papan pengumuman di depan ruang TU fakultas.
Hari itu diriku dibuat shock dengan tercantumnya namaku di daftar cekal
salah satu mata kuliah penting, 3 SKS pula.
Diriku sangat bingung disana tertulis
absenku sudah empat kali, melebihi batas maksimum tiga kali, apakah
diriku salah menghitung, padahal di agendaku setiap absenku kucatat
dengan jelas diriku hanya tiga kali absen di mata kuliah itu. Akupun
complain masalah ini dengan dosen yang bersangkutan yaitu Pak Qadar,
seorang dosen yang cukup senior di kampusku, beliau berumur pertengahan
40-an, berkacamata dan sedikit beruban, tubuhnya pendek kalau dibanding
denganku hanya sampai sedagu. Diajar olehnya memang enak dan mengerti
namun beliau agak cunihin, karena suka cari-cari kesempatan untuk
mencolek atau bercanda dengan mahasiswi yang cantik pada jam kuliahnya
termasuk juga diriku pernah menjadi korban kecunihinannya. Karena sudah
senior dan menjabat kepala jurusan, beliau diberi ruangan seluas 5×5
meter bersama dengan Bu Hany yang juga dosen senior merangkap wakil
kepala jurusan. Kuketuk pintunya yang terbuka setelah seorang mahasiswa
yang sedang bicara padanya pamitan. “Siang Pak !” sapaku dengan senyum
dipaksa “Siang, ada perlu apa ?” “Ini Pak, saya mau tanya tentang absen
saya, kok bisa lebih padahal dicatatan saya cuma tiga…” demikian
kujelaskan panjang lebar dan beliau mengangguk-anggukkan kepala
mendengarnya. Beberapa menit beliau meninggalkanku untuk ke TU melihat
daftar absen lalu kembali lagi dengan map absen di tangannya.Ternyata setelah usut punya usut, diriku
tertinggal satu jadwal kuliah tambahan dan cerobohnya diriku juga lupa
mencatatnya di agendaku. Dengan memohon belas kasih diriku memelas
padanya supaya ada keringanan atau keringanan. “Aduhh…tolong dong pak,
soalnya gak ada yang memberitahu saya tentang yang tambahan itu, jadi
saya juga gak tau pak, bukan salah saya semua doDiang pak” “Tapi kan
dik, anda sendiri harusnya tahu kalau absen yang tiga sebelumnya anda
bolos bukan karena sakit atau apa kan, seharusnya untuk berjaga-jaga
anda tidak absen sebanyak itu dong dulu” Beberapa saat diriku tawar
menawar dengannya namun ujung-ujungnya tetap harga mati, yaitu diriku
tetap tidak boleh ujian dengan kata lain diriku tidak lulus di mata
kuliah tersebut. Kata-kata terakhirnya sebelum diriku pamit hanyalah “Ya
sudah lah dik, sebaiknya anda ambil hikmahnya kejadian ini supaya
memacu anda lebih rajin di kemudian hari” dengan meletakkan tangannya di
bahuku. Dengan lemas dan pucat diriku melangkah keluar dari situ dan
hampir bertabrakan dengan Bu Hany yang menuju ke ruangan itu.
Dalam perjalanan pulang dimobil pun
pikiranku masih kalut sampai mobil di belakangku mengklaksonku karena
tidak memperhatikan lampu sudah hijau. Hari itu diriku habis 5 batang
rokok, padahal sebelumnya jarang sekali diriku mengisapnya. Diriku sudah
susah-susah belajar dan mengerjakan tugas untuk mata kuliah ini, juga
nilai UTS ku 8,8, tapi semuanya sia-sia hanya karena ceroboh sedikit,
yang ada sekarang hanyalah jengkel dan sesal. Sambil tiduran diriku
memindah-mindahkan chanel parabola dengan remote, hingga sampailah
diriku pada chanel TV dari Taiwan yang kebetulan sedang menayangkan film
semi. Terlintas di pikiranku sebuah cara gila, mengapa diriku tidak
memanfaatkan sifat cunihinnya itu untuk menggodanya, diriku sendiri kan
penggemar seks bebas. Cuma cara ini cukup besar taruhannya kalau tidak
kena malah diriku yang malu, tapi biarlah tidak ada salahnya mencoba,
gagal ya gagal, begitu pikirku.
Diriku memikirkan rencana untuk
menggodanya dam menetapkan waktunya, yaitu sore jam 5 lebih, biasanya
jam itu kampus mulai sepi dan dosen-dosen lain sudah pulang. Diriku cuma
berharap saat itu Bu Hany sudah pulang, kalau tidak rencana ini bisa
tertunda atau mungkin gagal. Keesokan harinya diriku mulai menjalankan
rencanaku dengan berdebar-debar. Kupakai pakaianku yang seksi berupa
sebuah baju tanpa lengan berwarna biru dipadu dengan rok putih
menggantung beberapa senti diatas lutut, gilanya adalah dibalik semua
itu diriku tidak memakai bra maupun celana dalam. Tegang juga rasanya
baru pertama kalinya diriku keluar rumah tanpa pakaian dalam sama
sekali, seperti ada perasaan aneh mengalir dalam diriku. Birahiku naik
membayangkan yang tidak-tidak, terlebih hembusan AC di mobil semakin
membuatku bergairah, udara dingin berhembus menggelikitik kemaluanku
yang tidak tertutup apa-apa. Karena agak macet diriku baru tiba di
kampus jam setengah enam, kuharap Pak Qadar masih di kantornya. Kampus
sudah sepi saat itu karena saat menjelang ujian banyak kelas sudah
libur, kalaupun masuk paling cuma untuk pemantapan atau kuis saja.
Diriku naik lift ke tingkat tiga. Seorang karyawan dan dua mahasiswa
yang selift denganku mencuri-curi pandang ke arahku, suatu hal yang
biasa kualami karena diriku sering berpakaian seksi cuma kali ini
bedanya diriku tidak pakai apa-apa di baliknya. Entah bagaimana reaksi
mereka kalau tahu ada seorang gadis di tengah mereka tidak berpakaian
dalam, untungnya pakaianku tidak terlalu ketat sehingga lekukan tubuhku
tidak terjiplak.
Akupun sampai ke ruang beliau di sebelah
lab. bahasa dan kulihat lampunya masih nyala. Kuharap Bu Hany sudah
pulang kalau tidak sia-sialah semuanya. Jantungku berdetak lebih kencang
saat kuketuk pintunya. “Masuk !” sahut suara dari dalam “Selamat sore
Pak !” “Oh, kamu Citra yang kemarin, ada apa lagi nih ?” katanya sambil
memutar kursinya yang menghadap komputer ke arahku. “Itu…Pak mau
membicarakan masalah yang kemarin lagi, apa masih ada keringanan buat
saya” “Waduh…kan bapak udah bilang dari kemarin bahwa tanpa surat opname
atau ijin khusus, kamu tetap dihitung absen, disini aturannya memang
begitu, harap anda maklum” “Jadi sudah tidak ada tawar-menawar lagi Pak
?” “Maaf dik, bapak tidak bisa membantumu dalam hal ini” “Begini saja
Pak, saya punya penawaran terakhir untuk bapak, saya harap bisa menebus
absen saya yang satu itu, bagaimana Pak ?” “Penawaran…penawaran,
memangnya pasar pakai tawar-menawar segala” katanya dengan agak jengkel
karena diriku terus ngotot.
Tanpa pikir panjang lagi diriku langsung
menutup pintu dan menguncinya, lalu berjalan ke arahnya dan langsung
duduk diatas meja tepat disampingnya dengan menyilangkan kaki. Tingkahku
yang nekad ini membuatnya salah tingkah. Selagi Pak Qadar masih
terbengong-bengong kuraih tangannya dan kuletakkan di betisku. “Ayolah
Pak, saya percaya bapak pasti bisa nolongin saya, ini penawaran terakhir
saya, masa bapak gak tertarik dengan yang satu ini” godaku sambil
merundukkan badan ke arahnya sehingga Pak Qadar dapat melihat belahan
payudaraku melalui leher bajuku yang agak rendah. “Dik…kamu-kamu
ini….edan juga…” katanya terpatah-patah karena gugup Wajahku mendekati
wajahnya dan berbisik pelan setengah mendesah : “Sudahlah Pak, tidak
usah pura-pura lagi, nikmati saja selagi bisa” Beliau makin terperangah
tanpa mengedipkan matanya ketika diriku mulai melepaskan kancing bajuku
satu-persatu sampai kedua payudaraku dengan puting pink-nya dan perutku
yang rata terlihat olehnya. Tanpa melepas pandangannya padaku, tangannya
yang tadinya cuma memegang betisku mulai merambat naik ke paha mulusku
disertai sedikit remasan.
Kuturunkan kakiku yang tersilang dan
kurenggangkan pahaku agar beliau lebih leluasa mengelus pahaku. Dengan
setengah berdiri beliau meraih payudaraku dengan tangan yang satunya,
setelah tangannya memenuhi payudaraku Pak Qadar meremasnya pelan
diiringi desahan pendek dari mulutku. “Dadamu bagus juga yah dik,
kencang dan montok” pujinya Beliau lalu mendekatkan mulutnya ke arah
payudaraku, sebuah jilatan menyapu telak putingku disusul dengan gigitan
ringan menyebabkan benda itu mengeras dan tubuhku bergetar. Sementara
tangannya yang lain merambah lebih jauh ke dalam rokku hingga akhirnya
menyentuh pangkal pahaku. Beliau berhenti sejenak ketika jari-jarinya
menyentuh kemaluanku yang tidak tertutup apa-apa “Ya ampun dik, kamu
tidak pakai dalaman apa-apa ke sini !?” tanyanya terheran-heran dengan
keberanianku “Iyah pak, khusus untuk bapak…makanya bapak harus tolong
saya juga” Tiba-tiba dengan bernafsu Pak Qadar bentangkan lebar-lebar
kedua pahaku dan menjatuhkan dirinya ke kursi kerjanya.
Matanya seperti mau copot memandangi
kemaluanku yang merah merekah diantara bulu-bulu hitam yang lebat.
Sungguh tak pernah terbayang olehku diriku duduk diatas meja mekakangkan
kaki di hadapan dosen yang kuhormati. Sebentar kemudian lidah Pak Qadar
mulai menjilati bibir kemaluanku dengan rakusnya. Lidahnya ditekan
masuk ke dalam kemaluanku dengan satu jarinya mempermainkan klitorisku,
tangannya yang lain dijulurkan ke atas meremasi payudaraku. “Uhhh…!”
diriku benar-benar menikmatinya, mataku terpejam sambil menggigit bibir
bawah, tubuhku juga menggelinjang oleh sensasi permainan lidah beliau.
Diriku mengerang pelan meremas rambutnya yang tipis, kedua paha mulusku
mengapit erat kepalanya seolah tidak menginginkannya lepas. Lidah itu
bergerak semakin liar menyapu dinding-dinding kemaluanku, yang paling
enak adalah ketika ujung lidahnya beradu dengan klitorisku, duhh…rasanya
geli seperti mau ngompol. Butir-butir keringat mulai keluar seperti
embun pada sekujur tubuhku.
Setelah membuat vaginaku basah kuyup,
beliau berdiri dan melepaskan diri. Pak Qadar membuka celana panjang
beserta celana dalamnya sehingga ‘burung’ yang daritadi sudah sesak
dalam sangkarnya itu kini dapat berdiri dengan dengan tegak.
Digenggamnya benda itu dan dibawa mendekati vaginaku “Bapak masukin
sekarang aja yah Dik, udah ga sabar nih” “Eiit…bentar Pak, bapak kan
belum ngerasain mulut saya nih, dijamin ketagihan deh” kataku sambil
meraih penisnya dan turun dari meja Kuturunkan badanku perlahan-lahan
dengan gerakan menggoda hingga berlutut di hadapannya. Penis dalam
genggamanku itu kucium dan kujilat perlahan disertai sedikit kocokan.
Benda itu bergetar hebat diiringi desahan pemiliknya setiap kali lidahku
menyapunya. Sekarang kubuka mulutku untuk memasukkan penis itu.
Hhmm….hampir sedikit lagi masuk seluruhnya tapi nampaknya sudah mentok
di tenggorokanku. Boleh juga penisnya untuk seusia beliau, walaupun
tidak seperkasa orang-orang kasar yang pernah ML denganku, miliknya
cukup kokoh dan dihiasi sedikit urat, bagian kepalanya nampak seperti
cendawan berdenyut-denyut. Dalam mulutku penis itu kukulum dan kuhisap,
kugerakkan lidahku memutar mengitari kepala penisnya. Sesekali diriku
melirik ke atas melihat ekspresi wajah beliau menikmati seponganku.
Berdasarkan pengalaman, sudah banyak
cowok kelabakan dengan oral sex-ku, mereka biasa mengerang-ngerang tak
karuan bila lidahku sudah beraksi pada penis mereka, Pak Qadar pun
termasuk diantaranya. Beliau mengelus-elus rambutku dan mengelap dahinya
yang sudah bercucuran keringat dengan sapu tangan. Namun ada sedikit
gangguan di tengah kenikmatan. Terdengar suara pintu diketuk sehingga
kami agak panik. Pak Qadar buru-buru menaikkan kembali celananya dan
meneguk air dari gelasnya. Diriku disuruhnya sembunyi di bawah meja
kerjanya. “Ya…ya…sebentar tanggung ini hampir selesai” sahutnya membalas
suara ketukan Dari bawah meja diriku mendengar beliau sudah membuka
pintu dan berbicara dengan seseorang yang diriku tidak tahu. Kira-kira
tiga menitan mereka berbicara, Pak Qadar mengucapkan terima kasih pada
orang itu dan berpesan agar jangan diganggu dengan alasan sedang lembur
dan banyak pekerjaan, lalu pintu ditutup. “Siapa tadi itu Pak, sudah
aman belum ?” tanyaku setelah keluar dari kolong meja “Tenang cuma
karyawan mengantar surat ini kok, yuk terusin lagi Dik” Lalu dengan
cueknya diriku melepaskan baju dan rokku yang sudah terbuka hingga
telanjang bulat di hadapannya.
Diriku berjalan ke arahnya yang sedang
melongo menatapi ketelanjanganku, kulingkarkan lenganku di lehernya dan
memeluknya. Dari tubuhnya tercium aroma khas parfum om-om. Beliau yang
memangnya pendek terlihat lebih pendek lagi karena saat itu diriku
mengenakan sepatu yang solnya tinggi. Kudorong kepalanya diantara kedua
gunungku, beliau pasti keenakan kuperlakukan seperti itu. Tiba-tiba
diriku meringis dan mendesis karena diriku merasakan gigitan pada puting
kananku, beliau dengan gemasnya menggigit dan mencupangi putingku itu,
giginya digetarkan pada bulatan mungil itu dan meninggalkan jejak
disekitarnya. Tangannya mengelusi punggungku menurun hingga mencengkram
pantatku yang bulat dan padat. “Hhmm…sempurna sekali tubuhmu ini dik,
pasti rajin dirawat ya” pujinya sambil meremas pantatku. Diriku hanya
tersenyum kecil menanggapi pujiannya lalu kubenamkan kembali wajahnya ke
payudaraku yang sebelah, beliaupun melanjutkan menyusu dari situ. Kali
ini Pak Qadar menjilati seluruh permukaannya hingga basah oleh liurnya
lalu diemut dan dihisap kuat-kuat. Tangannya dibawah sana juga tidak
bisa diam, yang kiri meremas-remas pantat dan pahaku, yang kanan
menggerayangi vaginaku dan menusuk-nusukkan jarinya di sana. Sebagai
respon diriku hanya bisa mendesah dan memeluknya erat-erat, darah dalam
tubuhku semakin bergolak sehingga walaupun ruangan ini ber-AC,
keringatku tetap menetes-netes.
Mulutnya kini merambat naik menjilati
leher jenjangku, beliau juga mengulum leherku dan mencupanginya seperti
Dracula memangsa korbannya. Cupangannya cukup keras sampai meninggalkan
bercak merah selama beberapa hari. Akhirnya mulutnya bertemu dengan
mulutku dimana lidah kami saling beradu dengan liar. Lucunya karena Pak
Qadar lebih pendek, diriku harus sedikit menunduk untuk bercumbuan
dengannya. Sambil berciuman tanganku meraba-raba selangkangannya yang
sudah mengeras itu. Setelah tiga menitan karena merasa pegal lidah dan
susah bernafas kami melepaskan diri dari ciuman. “Masukin aja sekarang
yah Pak…saya udah gak tahan nih” pintaku sambil terus menurunkan
resleting celananya. Namun belum sempat diriku mengeluarkan penisnya,
Pak Qadar sudah terlebih dulu mengangkat tubuhku. Wow, pendek-pendek
gini kuat juga ternyata, Pak Qadar masih sanggup menggendongku dengan
kedua tangan lalu diturunkan diatas meja kerjanya. Pak Qadar berdiri
diantara kedua belah pahaku dan membuka celananya, tangannya memegang
penis itu dan mengarahkannya ke vaginaku. Tangan kananku meraih benda
itu dan membantu menancapkannya. Perlahan-lahan batang itu melesak masuk
membelah bibir vaginaku hingga tertanam seluruhnya. “Ooohhh….!” desahku
dengan tubuh menegang dan mencengkram bahu Pak Qadar. “Sakit dik ?”
tanyanya Diriku hanya menggeleng walaupun rasanya memang agak nyeri,
tapi itu cuma sebentar karena selanjutnya yang terasa hanyalah nikmat,
ya nikmat yang semakin memuncak.
Diriku tidak bisa tidak mendesah setiap
kali beliau menggenjotku, tapi diriku juga harus menjaga volume suaraku
agar tidak terdengar sampai luar, untuk itu kadang diriku harus
menggigit bibir atau jari. Beliau semakin cepat memaju-mundurkan
penisnya, hal ini menimbulkan sensasi nikmat yang terus menjalari
tubuhku. Tubuhku terlonjak-lonjak dan tertekuk sehingga payudaraku
semakin membusung ke arahnya. Kesempatan ini tidak disia-siakan beliau
yang langsung melumat yang kiri dengan mulutnya dan meremas-remas yang
kanan serta memilin-milin putingnya. Tak lama kemudian diriku merasa
dunia makin berputar dan tubuhku menggelinjang dengan dahsyat, diriku
mendesah panjang dan melingkarkan kakiku lebih erat pada pinggangnya.
Cairan bening mengucur deras dari vaginaku sehingga menimbulkan bunyi
kecipak setiap kali beliau menghujamkan penisnya. Beberapa detik
kemudian tubuhku melemas kembali dan tergeletak di mejanya diantara
tumpukan arsip-arsip dan alat tulis. Diriku hanya bisa mengambil nafas
sebentar karena beliau yang masih bertenaga melanjutkan ronde
berikutnya. Tubuhku dibalikkan telungkup diatas meja dan kakiku ditarik
hingga terjuntai menyentuh lantai, otomatis kini pantatku pun menungging
ke arahnya.
Sambil meremas pantatku Pak Qadar
mendorongkan penisnya itu ke vaginaku. “Uuhh…nggghhh…!” desisku saat
penis yang keras itu membelah bibir kemaluanku. Dalam posisi seperti ini
sodokannya terasa semakin keras dan dalam, badanku pun ikut tergoncang
hebat, payudaraku serasa tertekan dan bergesekan di meja kerjanya. Pak
Qadar menggenjotku semakin cepat, dengusan nafasnya bercampur dengan
desahanku memenuhi ruangan ini. Sebisa mungkin diriku menjaga suaraku
agar tidak terlalu keras, tapi tetap saja sesekali diriku menjerit kalau
sodokannya keras. Mulutku mengap-mengap dan mataku menatap dengan
pandangan kosong pada foto beliau dengan istrinya yang dipajang di sana.
Beberapa menit kemudian Pak Qadar menarik tubuh kami mundur beberapa
langkah sehingga payudaraku yang tadinya menempel dimeja kini
menggantung bebas. Dengan begitu tangannya bisa menggerayangi
payudaraku. Pak Qadar kemudian mengajak ganti posisi, digandengnya
tanganku menuju sofa. Pak Qadar menjatuhkan pantatnya disana, namun Pak
Qadar mencegahku ketika diriku mau duduk, disuruhnya diriku berdiri di
hadapannya, sehingga kemaluanku tepat di depan wajahnya. “Bentar yah
Dik, bapak bersihin dulu punyamu ini” katanya seraya menempelkan
mulutnya pada kerimbunan bulu-bulu kemaluanku. “Sslluurrpp….sshhrrp”
dijilatinya kemaluanku yang basah itu, cairan orgasmeku diseruputnya
dengan bernafsu.
Diriku mendesis dan meremas rambutnya
sebagai respon atas tindakannya. Vaginaku dihisapinya selama sepuluh
menitan , setelah puas diriku disuruhnya naik ke pangkuannya dengan
posisi berhadapan. Kugenggam penisnya dan kuarahkan ke lubangku, setelah
rasanya pas kutekan badanku ke bawah sehingga penis beliau tertancap
pada vaginaku. Sedikit demi sedikit diriku merasakan ruang vaginaku
terisi dan dengan beberapa hentakan masuklah batang itu seluruhnya ke
dalamku. 20 menit lamanya kami berpacu dalam gaya demikian
berlomba-lomba mencapai puncak. Mulutnya tak henti-henti mencupangi
payudaraku yang mencuat di depan wajahnya, sesekali mulutnya juga mampir
di pundak dan leherku. Akupun akhirnya tidak tahan lagi dengan
memuncaknya rasa nikmat di selangkanganku, gerak naik turunku semakin
cepat sampai vaginaku kembali mengeluarkan cukup banyak cairan orgasme
yang membasahi penisnya dan daerah selangkangan kami. Semakin lama
goyanganku semakin lemah, sehingga tinggal beliau saja yang masih
menghentak-hentakkan tubuhku yang sudah lemas di pangkuannya. Belakangan
beliau melepaskanku juga dan menyuruh menyelesaikannya dengan mulut
saja. Diriku masih lemas dan duduk bersimpuh di lantai di antara kedua
kakinya, kugerakkan tangan kananku meraih penisnya yang belum ejakulasi.
Benda itu, juga bulu-bulunya basah sekali oleh cairanku yang masih
hangat. Diriku membuka mulut dan mengulumnya. Seiring dengan tenagaku
yang terkumpul kembali kocokanku pun lebih cepat.
Hingga akhirnya batang itu semakin
berdenyut diiringi suara erangan parau dari mulutnya. Sperma itu
menyemprot langit-langit mulutku, disusul semprotan berikutnya yang
semakin mengisi mulutku, rasanya hangat dan kental dengan aromanya yang
familiar denganku. Inilah saatnya menjajal teknik menyepongku, diriku
berkonsentrasi menelan dan mengisapnya berusaha agar cairan itu tidak
terbuang setetespun. Setelah perjuangan yang cukup berat akhirnya
sempotannya makin mengecil dan akhirnya berhenti sama sekali. Belum
cukup puas, akupun menjilatinya sampai bersih mengkilat, perlahan-lahan
benda itu melunak kembali. Pak Qadar bersandar pada sofa dengan nafas
terengah-engah dan mengibas-ngibaskan leher kemejanya. Setelah merasa
segar kami kembali memakai pakaian masing-masing. Pak Qadar memuji
permainanku dan berjanji berusaha membantuku mencari pemecahan masalah
ini. Disuruhnya diriku besok datang lagi pada jam yang sama untuk
mendengar keputusannya. Ternyata ketika besoknya diriku datang lagi
keputusannya masih belum kuterima, malahan diriku kembali digarapnya.
Rupanya Pak Qadar masih belum puas
dengan pelayananku. Dan besok lusanya yang kebetulan tanggal merah
diriku diajaknya ke sebuah hotel melati di daerah Tangerang. Disana
diriku digarapnya setengah hari dari pagi sampai sore, bahkan sempat
diriku dibuat pingsan sekali. Luar biasa memang daya tahannya untuk
seusianya walaupun dibantu oleh suplemen pria. Namun perjuanganku
tidaklah sia-sia, ketika sedang berendam bersama di bathtub Pak Qadar
memberitahukan bahwa diriku sudah diperbolehkan ikut dalam ujian.
“Kesananya berusaha sendiri yah Dik, jangan minta yang lebih lagi, bapak
sudah perjuangkan hal ini dalam rapat kemarin” katanya sambil memencet
putingku “Tenang aja Pak, saya juga tahu diri kok, yang penting saya ga
mau perjuangan saya selama ini sia-sia” jawabku dengan tersenyum kecil
Akhirnya akupun lulus dalam mata kuliah itu walaupun dengan nilai B
karena UAS-nya lumayan sulit, lumayanlah daripada tidak lulus. Dan dari
sini pula diriku belajar bahwa terkadang perjuangan itu perlu
pengorbanan apa saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar